woman in gray tank top looking frightened
22, Mei 2024
Adat Ketimuran dan Hubungan Orang Tua-Anak, Antara Kepatuhan dan Kesewenang-wenangan

Topik : Kesehatan Mental

Penulis: Evvin Faristasari, S.Tr.Keb., M.Sc. (pemerhati pendidikan dan kesehatan)


Adat ketimuran, yang sarat dengan nilai-nilai ketaatan dan penghormatan kepada orang tua, telah lama menjadi landasan hubungan antara orang tua dan anak dalam masyarakat Indonesia. Dalam pandangan ini, anak diharapkan untuk selalu mematuhi dan menghormati orang tua mereka, tidak peduli usia atau status mereka. Meskipun nilai-nilai ini berakar dalam budaya dan memiliki banyak sisi positif, ada dampak negatif yang perlu diperhatikan, terutama ketika kepatuhan ini berubah menjadi alat untuk pembenaran tindakan yang tidak adil atau bahkan kejam dari orang tua kepada anak.

Kepatuhan Tanpa Batas Ibarat Pedang Bermata Dua

Salah satu nilai utama dalam adat ketimuran adalah penghormatan yang besar terhadap orang tua. Anak-anak diajarkan untuk selalu patuh dan menganggap kata-kata orang tua sebagai hukum yang tidak bisa diganggu gugat. Nilai ini bertujuan untuk menjaga keharmonisan dan keseimbangan dalam keluarga, serta memastikan bahwa generasi muda tetap menghargai pengalaman dan kebijaksanaan yang dimiliki oleh orang tua mereka.

Namun, penghormatan yang tanpa batas ini dapat menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia dapat membentuk karakter anak yang berbakti dan bertanggung jawab. Di sisi lain, ia juga bisa membuka jalan bagi tindakan keegoisan dan kesewenang-wenangan orang tua. Ketika orang tua merasa memiliki otoritas penuh atas anak-anak mereka tanpa batasan, mereka mungkin cenderung memaksakan kehendak mereka dengan cara yang tidak selalu adil atau bijaksana.

Baca Juga  Tumbuhan Bernafas Seperti Manusia?

Kesewenang-wenangan Orang Tua Merupakan Bentuk Keegoisan yang Terselubung

Kesewenang-wenangan bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari pemaksaan pilihan karir, pasangan hidup, hingga cara anak menjalani hidup mereka. Tindakan semacam ini sering kali dibenarkan dengan alasan “demi kebaikan anak”, meskipun sebenarnya lebih mencerminkan keinginan dan ambisi orang tua daripada kepentingan anak itu sendiri. Ketika anak tidak memiliki ruang untuk menyuarakan pendapat atau memilih jalan hidup mereka sendiri, hal ini dapat menyebabkan tekanan psikologis yang mendalam dan berkelanjutan.

Tindakan Dholim: Ketika Kekuasaan Orang Tua Disalahgunakan

Dalam konteks yang lebih ekstrem, tindakan keegoisan orang tua dapat berubah menjadi tindakan dholim, yaitu perilaku yang zalim atau tidak adil. Hal ini bisa berupa kekerasan fisik, verbal, atau emosional. Tindakan ini sering kali tersembunyi di balik kedok disiplin atau kasih sayang, tetapi dampaknya bisa sangat merusak bagi perkembangan mental dan emosional anak. Sayangnya, dalam banyak kasus, masyarakat cenderung menutup mata terhadap tindakan ini dengan alasan adat dan budaya, yang secara tidak langsung membenarkan tindakan tersebut.

Ketika orang tua merasa memiliki otoritas penuh atas anak-anak mereka, tanpa adanya mekanisme pengawasan atau keseimbangan, ada potensi besar untuk penyalahgunaan kekuasaan. Dalam banyak budaya ketimuran, nilai-nilai seperti kepatuhan, penghormatan, dan ketaatan kepada orang tua sangat ditekankan. Ini sering kali membuat anak-anak berada dalam posisi di mana mereka merasa tidak memiliki hak atau suara dalam menghadapi keputusan orang tua, tidak peduli seberapa tidak adil atau menyakitkan keputusan tersebut.

Bentuk-Bentuk Kekerasan

Kekerasan Fisik: Bentuk kekerasan ini meliputi hukuman fisik yang berlebihan seperti pemukulan, penjambakan, atau hukuman fisik lainnya yang bisa menyebabkan cedera fisik serius. Meskipun dalam beberapa budaya hukuman fisik dianggap sebagai bentuk disiplin, ketika dilakukan secara berlebihan, hal ini dapat menyebabkan trauma fisik dan psikologis.

Baca Juga  Bagaimana Proses Bumi Tercipta?

Kekerasan Verbal: Ini termasuk penghinaan, ejekan, atau kata-kata kasar yang dapat merusak harga diri anak. Kekerasan verbal sering kali dianggap sepele, namun dampaknya bisa sangat mendalam dan bertahan lama, menyebabkan rasa tidak berharga dan ketidakpercayaan diri.

Kekerasan Emosional: Bentuk ini bisa berupa manipulasi emosional, intimidasi, atau pengabaian emosional. Misalnya, orang tua yang terus-menerus mengkritik atau meremehkan anak, atau yang menggunakan rasa bersalah dan rasa takut sebagai alat untuk mengontrol anak, dapat menyebabkan luka emosional yang dalam.

Dampak Jangka Panjang

Dampak dari kekerasan fisik, verbal, dan emosional ini bisa sangat merusak perkembangan mental dan emosional anak. Anak-anak yang mengalami kekerasan dalam bentuk apapun berisiko tinggi mengalami berbagai masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca trauma (PTSD).

Menuju Hubungan yang Seimbang

Untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan dan tindakan dholim dari orang tua kepada anak, penting bagi masyarakat untuk mulai mengevaluasi kembali nilai-nilai yang dianut dan diterapkan. Menghormati orang tua tidak berarti membiarkan tindakan yang tidak adil terjadi. Sebaliknya, hubungan yang sehat dan seimbang antara orang tua dan anak harus didasarkan pada rasa saling menghargai dan memahami.

Pendidikan mengenai hak-hak anak dan pentingnya komunikasi yang sehat dalam keluarga harus terus digalakkan. Orang tua perlu diajak untuk memahami bahwa setiap anak memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan keinginan dan potensi mereka sendiri. Dengan demikian, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya menghormati orang tua mereka, tetapi juga memiliki kemandirian dan rasa percaya diri yang kuat.

Untuk mencegah terjadinya tindakan dholim ini, perlu ada upaya yang lebih besar dalam edukasi masyarakat tentang hak-hak anak dan pentingnya pola asuh yang adil dan penuh kasih sayang. Program-program pendidikan untuk orang tua, yang menekankan pentingnya mendengarkan dan menghargai perasaan anak, serta memberikan disiplin yang positif dan konstruktif, sangat diperlukan.

Baca Juga  Kurikulum Homeschooling di Indonesia

Penutup

Adat ketimuran yang menekankan penghormatan kepada orang tua memang memiliki banyak sisi positif, namun tanpa keseimbangan yang tepat, ia bisa menjadi alat yang membenarkan tindakan keegoisan dan kesewenang-wenangan. Oleh karena itu, perlu ada upaya kolektif untuk mendidik dan mengubah paradigma agar hubungan orang tua dan anak bisa lebih adil dan harmonis. Hanya dengan demikian kita bisa menciptakan masyarakat yang benar-benar menghargai dan melindungi setiap anggotanya, terutama generasi muda.

12 Views